Langsung ke konten utama

#evenseru3


Memayu Hayuning Bawana

Empat hari bersejarah dalam memoar hidupku. Hari-hari itulah aku dan kawan kawan ku yang tergabung dalam pengurus osis diberi mandat baru. Tugas ini tak seperti biasa, tugas ini adalah baru dalam hidupku dan mungkin osis yang lainnya.

Pekan kedua bulan November tahun lalu, tepatnya tanggal 9 sampai 12, aku bersama osis melakukan pendampingan  kegiatan Jambore Anak Sekolah Alam tingkat regional Jawa Tengah-Jogjakarta yang dihadiri oleh 12 kontingen dari 12 sekolah tentunya. 14 orang dari kami didampingi oleh guruku Sir Wayu (pak wahyu sholeh) direkrut untuk mendampingi anak-anak kelas 4-6 di kawasan Kebun Raya Baturraden, Purwokerto.

Dua pekan sebelumnya, kami dilatih oleh Pembina Osis selama dua hari untuk mendapat training khusus untuk memandu jalannya acara. Isi training tersebut adalah PBB, senam,  olahraga, pembekalan ruhiyah, serta pengetahuan tentang flora fauna khas indonesia. Acara berlangsung sabtu ahad. Dimulai dari sabtu sore dengan simulasi pendirian tenda, kemudian baris-berbaris, lalu dilanjutkan sholat magrib, al ma'tsurot dan makan malam. Setelah itu sholat isya’ dan pemaparan materi seputar kegiatan yang kemungkinan akan dilakukan di purwokerto. Materi bertahan hidup yang bermanfaat bagi manusia di hutan, kemudian materi leadership dan life skill dengan mengunakan kurikulum SASS (sekolah alam student scout). Lalu tawa ria kami saat mendapat materi ice breaking. Hari ditutup dengan manis bersama jagung dan sosis bakar yang mengiri kebersamaan yang sudah terbina erat di masing-masing kami.

Hari kedua dimulai dengan qiyamul lail. kemudian sholat subuh plus al ma'tsurot. Sebelum mentari terbit kami sudah berjalan ke lapangan untuk melakukan kegiatan kebugaran; lari, pemanasan, beb test, dan banding. Yang pasti seabrek kegiatan itu menguras tenaga dan membuat satupekan pegal-pegal. Lalu dilanjutkan dengan makan pagi yang sederhana, dengan beralaskan daun dan ditata berjajar bersama lauk yang tak kalah lezat.

Berikutnya kegiatan low impact. Kegiatan yang membutuhkan kerja sama tim dan kecerdasan berpikir. Dua permainan kami lakukan, yaitu fire canal dan bambu dan ban. Hujan yang memberkahi bumi turun selama kegiatan low impact. Rangkaian training ditutup dengan bersih-bersih dan refleksi.

Selama dua pekan penantian, kami diberi tugas harian. Seperti olahraga harian, kegiatan ruhiyah harian dan tugas memperdalam wawasan tentang apa yang akan dilakukan di sana. Gambaran yang didapat dari pembina yaitu di sana kami hanya akan membantu sedikit saja. Apakah benar? Stay turn

Berangkat Jambore,

Dengan segala perbekalan yang sudah dipersiapkan, rombongan bergerak naik kereta api. Karena jadwal setelah subuh sudah berangkat dari Stasiun Poncol, maka aku bangun pagi banget dan dateng  sebelum subuh. Masuk ke dalam kereta 5.15.

Perjalanan di kereta, diperlukan kurang lebih empat setengah jam oleh kereta untuk menempuh jarak dari Semarang ke Purwokerto. Dihabiskan dengan ngobrol, canda gurau.  kemudian ada yang bernyanyi, bahkan tidur, tilawah juga, ada yang ngerjain orang. 10.00 sampailah di kota Purwokerto.

Adalah sebuah kota yang asing bagiku yang kupikir daerah jawa barat (Purwakarta) ternyata masih jawa tengah. Puncak gunung slamet terlihat dari kota ini. Dengan bahasa ngapak tapi agak berbeda dengan ngapak Tegal/Pemalang.

Keluar dari kereta, langsung disambut oleh hangatnya pemandangan kota ini. Kearifan lokal terlihat jelas saat pertama kali menginjakan kaki. Para supir angkot yang berduyun-duyun menawarkan jasa angkotnya dengan ramah yang khas menghampiri telingga-telingga kami.

Mengunggu jemputan dari Sekolah Alam Baturraden kami duduk menikmati pesona Tuhan yang dikaruniakan di kawasan ini. Panasnya cuaca tak terlalu beda dengan kota asal kami. Bahkan tak jarang lebih panas.

ketika datang mobil yang menjemput langsung masuk dan diajak keliling dengan dua mobil. melewati tempat-tempat yang akan dituju esok hari. Ada museum bank yang tidak jauh dari stasiun, atau museum Jendral Sudirman. Terus melaju hingga tidak menyadari sampai di kawasan hutan yang asri, tertata rapi. ternyata itu adalah komplek Sekolah Alam Baturaden (singkat: SABar). Jadi letak sekolahnya benar-benar di kawasan hutan yang gerr banget. Yang paling teringat adalah tulisan SABar yang terpampang di depan gerbang sekolah.

kemudian masuk ke area sekolah yang nice view banget. Gedung dan bangunan kelas seakan menyatu dengan hutan.

Lalu berkumpul di sebuah aula gede yang besar. Terus perkenalan sama guru-guru SABar juga dengan guru dari sekolah alam lainnya yang sekitaran jateng. Kami saat itu dikenal dengan nama anak SM.

Mendiskusikan  tentang rencana kegiatan tiga hari ke depan. Kemudian dibagi job desk ke guru guru dan anak SM. Dan ternyata anak SM mendapat mandat menjadi guide anak-anak selama kegiatan. Berbeda sekali dengan yang diketahui oleh kami. Ada juga yang jadi moderator untuk kegiatan diskusi alam. 

Ada sebuah momen yang sangat tak terlupakan menurut ku saat diskusi itu. Aku mendapat tempat duduk yang bersebelahan dengan guru sekolah lain, tapi sebelahku lagi sudah anak SM. Masalahnya adalah waktu diperkenalkan oleh MC nya juga bertanya sama aku. “Pak, dari sekolah alam mana?”. Langsung deh ketawa teman-teman ku, aku juga kaget kok bisa disebut MC. Itulah jenakanya wajah tua dengan umur belia.

Setelah berlama-lama diskusi, keluar juga kami dari ruangan itu. Kemudian memanfaatkan kesempatan untuk melihat sekitar sekolah. Pemandangan, suasana dan suhunya sangat pegunungan banget. Dingin. Dan juga jauh dari suara kendaraan bermotor. Suasananya enak deh. 

Kemudian mandi terus sholat magrib dan isya secara jamak. Lalu makan di kantin. kantin di sana unik, tempat duduknya menggunakan batang kayu, terus juga hening suara hutan yang sakral dan lampu yang redup-redup jadi makin melow. ngangenin banget suasananya. Terus habis itu istirahat, ada yang langsung tidur, main dulu, foto-foto, yang jalan malam juga ada.

Zzz..

Bangun. Aku sendiri bangun jam 3 pagi. Terasanya masih benar-benar pagi buta di tengah hutan rimba yang kata orang di sini, beberapa kali babi huta bisa turun. Agak mengerikanlah.

Yang lain juga sudah pada bangun. Aku mandi pagi terus masak mie instan dan kopi panas. Pengalaman seru, rimba dalam segelas kopi fajar.

Kemudian sholat subuh, terus  jalan-jalan pagi ke sekitar sana. Mungkin enaknya jadi penduduk sana adalah bisa deket sama banyak objek wisata yang bagus kaya curug, sama kebun raya baturraden.

Dilanjutkan pemanasan dan olahraga pagi. Sempat lomba lari juga.

Di kawasan kebun raya baturraden ada hewan yang semisal monyet yang suaranya unik. Nyaring sekali terdengar sampai jauh. Tapi kasihan karena si hewan terpenjara oleh kurungan besi tebal. 

Ada hewan yang sering ditemui di sini, yaitu pacet, bentuknya seperti lintah. kalau sudah kena jangan langsung diambil karena bisa berdarah. Tipsnya adalah membiarkannya dulu hingga dia melepaskan dirinya dengan sendirinya.

Lalu kembali ke sekolah, sarapan kemudian persiapan penjeputan peserta di stasiun. Kegiatan hendak dimulai.

Tiba di stasiun dibagi dua tim sesuai dengan dua kloter rombongan yang akan datang. Rombongan dari timur dan rombongan dari barat. Tiba sekitar pukul 9.40.

Rombongan satu datang dari arah Semarang, Kendal dan Ungaran. Berbaris beberapa waktu terus langsung berangkat bersama aku dan enam lainnya. Berjalan kaki lima menit menuju museum bank BRI.

Di Museum, banyak sekali peninggalan atau replika bersejarah tentang dunia perbankan di Indonesia. Ada mesin cetak tua, uang dari zaman penjajahan sampai tahun 90 an. Koleksi uang yang dikumpulan dari zaman pemerintahan hidia belanda hingga saat ini. Lengkap. Peserta diajak untuk menggali dengan diberi pertanyaan agar lebih memacu semangat. Dari pekembangan ekonomi ini bisa dilihat perkembangan sejarah bangsa Indonesia.

Puas di museum BRI, kemudian pindah ke tujuan selanjutnya yaitu Museum Jendral Sudirman menaiki truk tentara. Letak lokasi dua tidak terlalu jauh dari museum. Terbukti hanya lima menit perjalanan.

Kabarnya kloter dua bertemu Pak Ganjar Pranowo (Gubernur Jawa Tengah) yang juga naik kereta. Sayang banget tidak bisa bersua dengan beliau.

Di Jensud, disuguhkan sejarah lengkap tentang kehebatan strategi perang yang dilakukan oleh seorang panglima yang memimpin perang di atas tandu. kecerdikan yang sangat ditakuti oleh belanda. Jandral ini memang memiliki skill leadersip yang sangat mumpuni. Kekurangannya tak menjadi hambatan dalam menjalankan tugas yang diemban.

Setelah materi penggenalan profil Jendral Sudirman yang panjang lebar disampaikan oleh tour guide senior di museum itu, kemudian Sholat dhuhur jama ashar bergiliran. Kemudian pembagian topi dan slayer jambore serta makan siang. Istirahat kurang lebih 1 jam sambil menunggu kloter 2 menyeseleaikan materi.

Waktu istirahat selain dimanfaatkan untuk makan juga dipakai untuk berkenalan sebanyak mungkin orang baru. Ada lebih dari dua ratus orang yang hadir di agenda dua tahunan ini. Selain dari kawasan Jawa Tengah ada juga kontingen yang datang jauh-jauh dari Pulau Sumatera. Adalah Sekolah Alam Duri. Kontingen yang paling muda karena usia sekolah mereka yang masih belia pula.

Begitu juga untuk anak SM juga ikutan kenalan tapi lebih banyak interaksi sama anak Ar ridho. Kontingen dari Arridho yang sangat mendominasi, jumlahnya lebih dari 50 orang.

kemudian kami menuju lapangan yang nanti digunakan untuk upacara pembukaan. Ada yang menarik di sana, ada drone yang sedang di otak-atik oleh pemiliknya untuk mendokumentasikan kegiatan dari pandangan langit. Pokonya image orang yang memiliki drone keren bagi kami.

Kemudian adalah upacara pembukaan kegiatan Jambore anak sekolah alam. Persiapan kali ini begitu sulit karena peserta harus dibariskan sesuai dengan daftar yang dibagikan untuk panitia. Bisa dibayangkan lebih dari 200 anak dari 12 sekolah harus dikelompokan 20 orang perkelompok. Memanggil kesana kemari mencari anggota kelompoknya yang masih lupa ingat bentuk wajahnya. Masih belum lancar nama panggilannya.



Detik ini mulailah penderitaan berdetak bersama indahnya ukhuwah. Mereka saling bekerjasama walau berbeda arah. Mencipta sebuah kreasi apik yang tak terlupakan.

Menit itulah beratnya tugas bersua ringan tawa yang sering terdengar dan senyum yang tergantung di ratusan wajah berseri.

Upacara pembukaan dimulai hikmad. Sebagai petugas pemimpin upacara yang sangat terbayang yaitu pak wiwit. Kemeja lapangan cokelat dan celana lapangan hitam menempel di tubuh guru sekolah alam baturraden itu. Serta topi hitam memahkotai kepala itu. Suara lantangnya memecah gemuruh seluruh yang hadir kala itu.

Anak putra dibariskan sesuai dengan kelompoknya demikian juga putrinya. Di depan mereka ada tongkat dengan sebuah kertas laminating bertuliskan nama 11 kelompok yang berdiri di sana.

Sementara kami dan para guru dari berbagai sekolah membuat barisan sendiri di samping lapangan. Membentuk persegi orang yang rapi. Upacara selesai dan waktunya angkat kaki dari museum jendral sudirman.

Berbaris rapi menunggu gilirang sambil menempel identitas berupa pita berwarna di lengan kanan. Kemudian masuk ke dalam truk terbuka yang terlihat sudah tua.

Rombongan besar itu masuk ke 4 truk dan 1 bus besar. Aku sendiri masuk ke dalam truk terbuka yang penutupnya ditarik ke depan. Posisi truk yang aku naiki di paling belakang dan sepertinya dengan jumlah terbanyak.

Di perjalanan kemarin waktu dari stasiun ke daerah baturraden kebanyakan anak SM tertidur di mobil jadi aku sendiri nggak tahu arah ke baturraden.

Di tengah perjalanan ke SABar, hujan mengguyur lembut. Lama menjadi semakin deras dan berangin. Kondisi truk yang kami tumpangi terlalu terbuka, yang membuat orang di atasnya panik tiada terkira. Terutama anak-anak SD. Bergegaslah kami semua memakai jas hujan. Ada yang nggak bawa juga, jadinya harus bersama di bawah satu jas hujan. Penutup truk juga ditarik ke belakang sedikit, karena cuma bisa ditarik sedikit.

Hujan makin menjadi-jadi. Ada satu sobat cilik yang nggak pakai jas hujan tubuhnya mungil dan dia pingsan di perjalanan. Kalau tadi kelihatannya di berdiri ditengah massa yang panik sampai mungkin terjepit dan karena letih pingsan. Alhamdulillah insiden itu terjadi sewaktu sudah dekat dengan baturraden.

Tiba di depan Kebun Raya Baturraden, rombongan berhenti untuk berteduh, menurunkan muatan yang berat yang dipanggulnya. Berduyun-duyun anak yang panik minta diturunkan dahulu. Yang pingsan pastinya didahulukan. Berteduh di canopy kecil, turun dengan tubuh yang bermandikan air.

Di sana aku melihat ternyata kondisi yang bak terbuka hanya 2 truk, lainnya seperti truk tentara yang tertup. Dan dari dua truk hanya truk yang aku tumpangi yang paling bermasalah. Basah dan dingin. Tas-tas yang sedianya ditaruh di bagian yang tertutup juga sebagian basah-untung tas yang dibawa di truk bukan tas utama, yang utama dibawa di mobil lain- dan langsung diturunkan di tempat berteduh tadi.

Kemudian melanjutkan perjalanan kembali yang masih tersisa sedikit dengan hujan yang mulai mereda. Tentunya harus bergiliran menaiki truk yang beratapkan canopy. Sebagian lagi jalan kaki.

Mungkin ini pembukaan yang sangat mengejutkan. Tak disangka hujan datang melibas kawasan baturraden dan sekitarnya. Ini juga pengenalan dari alam untuk kita. Bahwa setiap hari akan turun hujan di jam yang sama. 

Singkat cerita sampai ke gerbang SABar naik truk. Lalu peserta langsung diarahkan ke ruangan tempat tidur mereka sambil menunggu tas yang sedang berjalan dari stasiun.

Tak lama mobil pembawa tas tiba. Adalah tugas kami untuk membantu jalannya acara ini. Maka kami turun langsung untuk memindahkan lebih dari 200 unit tas yang berukuran besar. Maklum saja, rata-rata tas yang digunakan adalah tas gunung.

Kala berbaris hampir 20 orang, memindahkan tas dari tangan ke tangan menuju masjid tempat perkumpulan. Satu demi satu tas terpindahkan. Pengalaman yang seru sekaligus ekstrim, karena tas yang bunyak sekali dan disaksikan hujan yang tak kunjung menghentikan dirinya.

Terus dipindah segala rupa tas sama anak SM dan panitia di sana. Estafet deri gerbang SABar sampe masjid yang jaraknya lumayan jauh. Kurang lebih dari 25 meter untuk sampai ke masjid. Entah kenapa tas terasa seperti nggak ada habisnya.

Ada juga yang ngangkut pakai tongkat, Ada pula tim yang berlindung dibalik jas hujan ponco yang lebar 6 bersamaan membawa tas di dalamnya. Tim estafet tak kalah semangatnya. Ternyata memang tas datang sekitar tiga atau empat mobil bergantian.

Sewaktu sudah selesai, anak SM diberi snack yang karena terkena hujan berubah jadi sedikit berait. Gorengan sampai terasa segar, bolu kukus sampai netes airnya. Dengan rasa yang berbeda dengan aslinya.

Setelah menikmati bolu basah, kemudian kerja dimulai lagi. Menata tas-tas yang teracak dan memanggil pemilik tas. Lalu satu tugas lagi, yang paling seru, yaitu mengantar tas ke ruangan pemiliknya. Kalau jumlahnya dibagi dua, berarti yang tas laki-laki jumlahnya 100 tas.

Kami berlomba untuk menjadi joki tas untuk mereka, dengan keadaan hujan yang masih deras menyerang. Jas hujan yang mulai sobek terkena batang daun melintang, dilepas dan sekarang hanya kaos kerah tipis dan celana lapangan yang menempel di tubuh ini. Dingin hawa lereng gunung slamet yang dibersamai hujan seakan menghangat dengan ramahnya aura yang terpanpang saat ini.

Mengatarkan tas kelihatannya mudah, tapi sulit tak terhingga. Beratnya berlipat dua kali lipat. Kaki makin berat melangkah. Tenaga sudah sampai di tingkat terendah.

Karena sepatu terasa semakin tak nyaman, lepaslah kedua alas kaki dari asalnya. Kaki yang kubuat berlari 14 tahun kali ini telanjang bebas menantang tanah bergenang air.

Dengan kondisi yang kurang, setidaknya lima belas tas berhasil sampai ke pangkuan pemiliknya. Dari setiap perjalanan pengiriman tas pasti ada moment ketika kaki terjeblos ke tanah yang tergenang air cukup dalam, atau mungkin kaki yang tak sengaja menabrakan diri ke batu. Bahkan mungkin moment ketika salah masuk ruangan.

Hampir seluruh tas sudah dikembalikan. Kini waktunya merebahkan badan sejenak bersama yang lainnya. Menunggu hujan yang tak kian mengangkat airnya. Sambil  memakan camilan yang kali ini kering. Memanglah sesuatu terasa lezat bilamana kesusahan sudah usai menghampiri.

Di pelataran masjid kami duduk dan makan. Sesekali tawa terdengar dari lisan-lisan ini.

Mengapa banyak yang bilang hujan itu romantis atau lainnya? Karena di dalam hujan ada banyak moment indah yang bisa dilakukan. Di suasana hujan itulah tubuh yang merasakan sejuk hawa ditambah melihat ciptaan-Nya yang tiada bisa membuat selain Dirinya seorang. Dan Dia menciptakan suasana ini pada siang itu, siang yang akan melekat di memori ini.

Setelah istirahat, kemudian menggati pakaian dan mulai membersihkan masjid yang tadi basah oleh tumpukan tas dan juga cipratan air hujan yang masuk ke dalam. Banyak juga yang masih mencari barang yang hilang atau sekedar bertanya toilet.

Aku yakin anak-anak ini sudah biasa survive di sekolah mereka. Tak pernah kudengar tangis dari salah satu mereka. Inilah anak yang senang dengan alam dan bisa bertahan di dalam kondisi yang sempit sekalipun. Terselip rasa bangga pada bocah-bocah yang tingginya tak lebih dari bahuku.

Matahari turun dan sempurna menenggelamkan dirinya. Kemudian sholat jama’ magrib-‘isya. Lalu makan malam di tempat seperti kemari tapi dengan jumlah berlipat ganda dari kemarin. Selebihnya banyak yang kembali ke ruangan untuk makan.

Selanjutnya adalaah kegiatan konferensi sekolah alam. Yaitu kegiatan dialog dan diskusi bersama kelompok membahas hal-hal yang menjadi masalah terkini. Di bagi dua kelompok besar, laki-laki dan peremAda 6 topik yang dibahas oleh 6 kelompok.  Dan konferensi dimulai.

Terlihat sekali antusias dari para pemikir cilik ini. Dengan segala keluguan, mereka menyampaikan gagasan dalam kelompok kecil ini. Nampak simpati mereka terhadap tema-tema yang diberikan. Dengan setengah ragu ada juga yang terbata dalam mengungkapkan keluhannya tentang tema tersebut.

Tak cuma memberikan masalah, sobat cilik ini juga menawarkan solusi yang cerdas dan unik. Banyak ide yang tak difikirkan sebelumnya diungkap oleh mereka. Karakter khas anak-anak yang masih kentara membuat diskusi ini ringan dan tidak menegangkan.

Inilah yang seharusnya dilatih dalam diri anak-anak masa kini. Banyak dari mereka yang terlena oleh gadget, game dan mainan lainnya yang menjadikan turunnya empati terhadap sesama. Serta tak mengerti dunia luar.

Setelah diskusi panjang. Kini waktunya mempresentasikan apa yang dari tadi dibincangkan. Sering kali presentasi menjadi momok menakutkan bagi sebagian besar siswa yang masih belia. Bahkan yang sudah pemuda saja banyak orang yang takut untuk ‘berbicara’. Sekali lagi latihan ini penting ditanamkan dari usia kanak kanak.

Waktu presentasi juga menjadi hal yang menggelikan. Beberapa kelompok menampilikan presenter yang lucu. Mereka sangat bersemangat dalam menyampaikan hal-hal yang mungkin baru dihadapi mereka.

Dengan didampingi anak SM di setiap kelompoknya, mereka maju menghadap seratus massa di depannya. Berbicara dan kemudian mendulang gemuruh tepuk tangan.

Setelah semua kelompok maju. Akhirnya tepuk tangan meriah menutup hari kamis yang indah itu. Mengahiri hari dengan berfikir dan berdzikir. Lalu bersiap tidur bak berjajar seperti barisan pindang dalam panggangan. Diselimuti sleeping bag yang tampaknya tetap ditembus angin lereng slamet.

Merehatkan badan, mengistirahatkan tubuh yang seharian telah dipakai beraktifitas. Menggantung harapan besar esok bisa kembali penuh energi ini.

Kami juga beranjak tidur ke ruangan yang berbeda dengan kemarin. Ada ruangan di belakang tempat kemarin kami tidur. Ruangan kecil yang berukurang empat kali dua digunakan sembilah orang untuk tidur. Menyelipkan diri diantara banyak orang, itulah posisi tidur kami. Nyempil. Mencari kehangatan di iklim yang menantang.

Sebelum tidur di ruangan tidur anak SM, pembina yang merasa ganteng-ganteng itu lapar. Dingin memang membuat orang merasa lapar. Apakah opini atau fakta, itu tak masalah. Tapi perut mengatakan bahwa dirinya keroncongan.

Bergegaslah aku sebagai utusan mengambil camilan yang tersisa tadi, mengumpulkannya di sebuah wadah besar, lalu membawanya kembali ke ruangan.

Wajah-wajah kelaparan terpampang jelas saat itu. Seperti singa yang melihat rusanya tergeletak di atas piring, semua dari kami berburu untuk mendapatkan makanan tersebut. Tak lama wadah yang awalnya penuh dengan aneka camilan ludes habis dilibas orang-orang kelaparan ketika itu. Kosong melompong, dan perut sudah lumayan terganjal.

Setelah puas menikmati hidangan sebelum tidur, kami mulai memposisikan diri untuk tidur. Aku dan zari yang tidak bawa sleeping bag memposisikan diri diantara teman yang lain agar hangat. Dari situlah sikap solidaritas tertanam. Dari hal-hal yang mungkin tak masalah bagi sebagian orang. Itulah yang membentuk jiwa peduli sosial.

Melihat tripex yang terpanjang di samping ruangan, salah satu dari kami berinisiatif untuk menggelar di atas tubuh yang telah tertutup kain tebal. Untuk menambah kehangatan katanya. Ya, itulah ide. Unik dan segar. Asalkan tidak merusak itu tak jadi masalah.

Karena ruangan kami bersebelahan langsung dengan ruangan putri anak-anak. Maka suara yang ditimbulkan layaknya suara yang biasa didengar di pasar. Ribut dengan omongan-omongan yang seperti tiada habisnya. Membahas tentang wilayah tidur misalnya, tak mudah untuk merampungkan masalah itu. Suara-suara itu menjadi musik sebelum tidur yang diperdengarkan di telinga kami.

Sekitar satu jam suara itu mengecil dan akhirnya hilang. Damai rasanya tiada yang mengganggu.

Zzz, tidur.

Wake up. Hello, is Friday.

Rasa capek dan letih, mungkin itu yang membuat hari ketiga kami atau hari kedua mereka-peserta-diawali dengan bangun yang sedikit terlambat. Pagi itu tak banyak yang mendengar adzan dan beranjak pergi ke masjid. Jamaah tak penuh seperti sholat magrib kemarin. Bahkan sholat subuh dilaksanakan beberapa kloter.

Berbeda dengan kemarin yang bangun sangat awal, hari ini hampir matahari hendak menampakan dirinya ada saja peserta yang masih tidur.

Setelah sholat, kami bersiap untuk agenda berikutnya. Hari ini banyak kegiatan dari tracking, low impact hingga high impact. Kami mengemas barang yang sekiranya perlu dibawa sepanjang hari ini. Tak lupa baju ganti untuk sholat jum’at.  

Pukul enam tepat, kami beserta peserta lainnya berkumpul di lapangan SABar. Pengarahan kegiatan hari ini dilaksanakan di tempat yang berukuran kurang lebih dua puluh kali empat puluh meter. Berangkatlah kami mengexplore Baturaden dengan berjalan kaki.

Selama perjalanan, peserta diberi tugas untuk memungut sampah anorganik yang berserakan di jalan. Sebagai ajang perlombaan merawat bumi kita bersama.

Perjalanan lumayan jauh, hampir satu jam kami melewati track yang naik turun tak menentu. Melewati air terjun, sawah sepanjang mata memandang dan view gunung slamet.

Kemudian tiba di lokasi outbound. Sebelum aktivitas outdoor itu, peserta dibariskan rapi menghadap daun pisang yang ditata memanjang. Mereka saling menatap daun pisang yang didalamnya sudah diberi nasi beserta lauk pauknya. Suatu kegiatan yang baru dan keren terutama buat kami yang ingin dekat dengan alam.

Peserta makan dengan gembiranya, walau terkesan sederhana bahkan kumuh mereka tetap mengisi perutnya. Belajar juga untuk memposisikan diri seenak mungkin dalam keadaan yang kurang menyenankan.

Setelah itu pembagian urutan tour outbond. Setiap dari kami mendampingi satu kelompok. Lalu berpencarlah peserta sesuai kelompoknya.

Kelompok Pangeran Diponegoro yang aku pegang mendapat giliran ke atas duluan. Melakukan kegiatan lempar kapak besi yang ditargetkan ke batang kayu. Tak semua peserta dapat melakukan soft skill ini. Terlihat mudah akan tetapi tak semudah melihat. Aku juga mencoba melempar kapak, kesempatan pertama gagal. Kesempatan kedua kuniatan agar full power,dan terlempar kapak itu sekuat tenaga ku, akhirnya tidak menancap ke kayu, tetapi terbentur batu. Kagetnya lagi kapak yang termuntahkan itu keadaannya terbelah. Bingung aku ketika itu, tetapi mencoba tenang dan meminta maaf. Ternyata setelah ditelusuri kapak yang digunakan bukan tersusun oleh satu besi tapi dengan dua besi dilas.

Lanjut ke game selanjutnya, panahan. Di pos kali ini diperagakan simple archery. Dua sampai empat anak panah dilontarkan oleh kelompok ku. Hasilnya? Kena sasaran walau belum masuk lingkaran angka.

Pos P3M menjadi trip lanjutannya. Bukannya P3K ya? Bukan. Di SASS artinya adalah Pertolongan Pertama Pada Musibah. Keren tho. Di pos itu kami mencari obat yang ada disekitarnya dalam waktu sangat singkat.

Kemudian ke pos water canon, yaitu perang air menggunakan sebilah pipa yang didisain seperti jarum. Permainan ini memakan korban yaitu baju yang basah karena terkena air atau nyemplung di alirang air kecil sebagai arenanya. Atau korban alat yang ditekan terlalu semangat.

Belum kering air di baju, berikutnya adalah permainan kotor. Main membajak sawah yang tentunya area nya di dalam sawah yang becek cokelat dan berair. Kelompokku dibagi 2 dan dilombakan. Ternyata mereka gagal menjalankan bajak sawah dan berakhir lempar lumpur.

Puas di wahana atas, sekarang tukar posisi di bawah. Di sana ada tali temali dan yang paling seru, rapling. Bukan sembarang rapling tapi rapling di air terjun. Tinggi lebih dari sepuluh meter.

Menuju ke sana harus tracking sedikit melewati kebun palawija. Lalu menunggu giliran dengan tali temali terlebih dahulu.

Tiba giliran main, aku turun untuk membantu pemasangan harnes dan helm. Kalau dilihat dari sudut pandang atas, maka jarak akan terlampau jauh dan membuat merinding.

Selesai satu demi satu turun, giliran aku dan Jundy menjajal yang satu ini. Perlengkapan ok kata pemandunya. Lalu dipasang tali dan dipastikan aman.

Arahannya adalah turun pelan pakai kaki, jangan diloskan. Kalau masuk air tenang.

Yups arahan yang tepat. Tapi aku gagal eksekusi permainan ini. Di tengah jalan aku sudah los kan diri. Kupikir talinya akan ditarik waktu aku jatuh, ternyata tidak. Aku cepat jatuh ke air dalamnya tiga meter ini. Dan sayang seribu sayang, aku tidak bisa berenang. Lalu? Beberapa saat kurasa seperti tenggelam, menepakan tangan panik ke kanan kiri. Akhirnya ditarik oleh penjaga di bawah. Padahal sih udah ada ban yang didekat ku. Tapi panik menutupi mataku. Selamat juga.

Jundy yang tenang sekali seperti tak terbebani. Cepat dan mulus. Berbanding terbalik dengan aku yang megap-megap.

Habis main rapling kerasa banget hawanya pusing. Karena masuk ke airnya kayak dilempar. Jadinya seminggu kedepan kepala khususnya telinga ku pusing.

Setelah selesai permainan, waktunya mentas dan persiapan sholat jumat. Karena jumlah anak cowoknya banyak, jadi harus ngantri agak panjang untuk mandi. Dari pada nunggu lama, aku dan yang lain langsung ke pendopo yang nanti dipakai sholat. Letaknya satu arah dengan jalur pulang.

Untuk menyingkat waktu juga, kami bukan lewat jalan tadi, tapi masuk ke sawah lewat pinggiran sawah. Agak menyingkat waktu karena jalan yang biasa terlalu berbelok jauh.

Sampai di pendopo, kami berempat kebelet mau buang hajat. Masih dalam keadaan setengah basah aku memutuskan untuk mencoba di sawah. Yang Jundy juga ikut ke sawah. Tentunya kami gantian dalam buang hajat. Tapi feel buang hajat di sawah bagi yang pertama kali kayak aku itu sebuah adrenalin banget. Kenapa? Bukan karena becek atau takut basah, tapi takut kalau ada orang yang lihat.

Sudah selesai urusan sawah dan ganti sarung, kami ke rumah sebelah pendopo. Sebuah moment lagi saat temenku yang lain mau buang air besar. Pertama bingung nyari tempat, mau di kamar mandi warga tidak diijinkan masuk. Mau di sawah takut kelihatan karena deket banget sama pendopo. Finally, mereka berdua (Jundy sama Keysar) ke sungai yang ada di bawah. Jalannya agak turun sedikit.

Belum selesai urusan, sarung yang aku pakai dipinjam karena menurut mereka harus pake sarung kalau mau buang air versi begitu. Jadi aku pinjamkan sarungku. Terus aku pakai apa? Nggak terpikirkan saat itu, aku hanya kapai jaket, pusar ke bawah ditutup pakai jaket. Lalu posisi ku duduk kaku.

Masih dalam posisi itu, ternyata sudah adzan dan mereka yang di sungai belum naik. Fatih yang duduk sebelah ku duluan ke pendopo. Sendiri menunggu mereka terasa lama sekali. Ada rasa takut juga kalau sholat jumat sudah mulai.

Sekitar lima belas menit mereka datang. Dengan tergopoh dan ketawa riang gembira. Ada kisah di bawah sana yang membuat makin lama. Tapi tak perlu sekiranya membagi aib seseorang karena akan menambah malunya dan tak ada gunanya.

Sarung yang kupinjamkan basah dan bau. Solusinya? Pakai aja celana lapangan yang tadi. Celana basah itu kupakai lagi dan bergegas menuju pendopo.

Masih ada khotib yang berdiri di depan saat kami datang. Masih sempat mendengar khutbah sedikit. Tempatnya pula bukan di dalam, tetapi di halaman pendopo dengan alas terpal. Sholat dengan hikmad walau pakaian yang menempel tidak nyaman.

Ba’da sholat, kemudian makan siang. Tak lama rombongan putri datang. Dilanjutkan dengan outbond lagi untuk kelompok yang belum selesai seluruh rangkaian outbond.

Aku sendiri membantu di pasang alat rapling. Kejadian yang mengejutkan ketika salah satu personil dari kontingen Sekolah Alam Duri, Sumatera, melakukan rapling. Kejadiannya mirip dengan apa yang menimpa aku. Tidak sempurna rapling dan jatuh dengan agak keras. Sayangnya, anak perempuan tesebut lebih panik dan pingsan dalam air. Keysar yang sigap berenang dan meluncur menyelamatkan anak malang itu. Lalu langsung digendong oleh pembina yang dipanggil dan dibawa ke ruang medis. Untunglah tak terjadi hal yang buruk.

Selesai masalah itu juga sekaligus merampungkan trip outbond hari itu. Peserta sebagian dibawa dengan pick up untuk kegiatan di kebun raya baturraden. Baru awal pemberangkatan, hujan datang menyapa. Makin deras dan membuat kami berlindung di pendopo atau yang di tempatku yaitu di arena out bond.

Kemudian mobil kembali bersama hujan yang mengecilkan dirinya. Aku langsung bersama kelompok Diponegoro menuju ke SABar, karena tidak dimungkinkan untuk explore Kebun Raya di kondisi hujan.

Naik pick up di ujung belakang adalah posisi ku saat itu. Menggantung di besi bersama dua atau tiga pembina lainnya. Mobil pun terkadang terangkat sedikit ban depannya. Kadang terdengar teriakan kaget anak-anak. Hujan yang masih mengguyur kuat juga menghiasi suasana kali itu.

Tiba di SABar, langsung berhamburan menuju ruangan untuk menganti pakaian dan menghangatkan badan. Pukul setengah empat kala itu. Banyak juga yang masih di pendopo.

Peserta yang datang pun sama. Meluncur ke bilik dan istiharat. Raut wajah mereka seakan berkata kondisi hujan dan dingin menguras tenaga mereka. Lelah sekali rasanya.

Istirahat diberikan sampai menjelang magrib. Hujan mulai reda sesaat matahari menhilangkan diri. Jalanan masih basah setelah hujan menyemburkan air bekas hentak kaki peserta. Sholat magrib dan isha. Lalu mengambil makan malam.

Peserta laki-laki yang masih terlihat lesu kemudian kembali ke kamar. Tak lam kemudian mereka tidur berbarengan. Membuat agenda selanjutnya tidak terlaksana, yaitu pentas seni. Sedang di ruang perempuan,  riuh dengan tampilan dan tepuk tangan. Mereka masih kuat untuk berlaga dalam drama atau puisi.

Sama nasibnya dengan kelompoknya, anak SM laki semua tergeletak di masjid. Setelah kekenyangan makan malam, kami dipijat oleh mas Boim. Pijatan maut ini membuat lima dari delapan anak SM tidur pulas dan tak bisa diganggu sedikit pun. Kami yang terbangun bercerita tentang banyak kejadian tadi.

Malam terakhir ditutup dengan lelah dan kantuk. Tidak makan tambahan lagi, kali ini langsung mbabah di atas sleeping bag. Menjatuhkan tubuh ke ruangan sempit kemarin. Tak lama tidur.

Hari terakhir, peserta bangun rata-rata kesiangan. Mengumpulkan sisa energi yang dibawa dari daerah masing-masing. Lalu sarapan terakhir. Terlihat lebih panjang waktu sarapan karena mereka datang sedikit demi sedikit. Ada yang masih memeluk bantalnya, atau berselimut di pojok kamar. Menjadikan waktu makan sedikit membengkak.

Mandi dan packing. Lalu persiapan penutupan.

Tak disangka, penggagas sekolah alam datang di penutupan. Pak Lendo menyempatkan untuk memberi sambutan dan membagi semangat perpisahan.

Lalu membagi hadiah dan ditutup dengan bakar ikan. Peserta antusias memakan hasil bakaran yang tak bisa sepadan dengan jumlah mereka.

SABar memberi kenangan manis dengan sebuah tas handmade karya pabrikan mereka. Sekaligus mengakhiri perjalanan tiga hari peserta dan petualangan empat hari kami, anak SM.

Kemudian meluncur ke stasiun dan pulang ke Semarang.

Perjalanan. Itulah hebatnya perjalanan. Ia memberi bukan meminta. Ia mengenalkan bukan memisahkan. Ia pula membuat pertalian silaturahmi semakin kuat.

Perjalanan. Entah kenapa menjadi salah satu hal yang diganjar pahala. Mungkin karena didalamnya ada berjuta makna kehidupan. atau pula ada ribuan expresi yang keluar dari sosok pendiam.

Perjalanan. Ia jahat tapi baik. Susah payah bergelut di dalamnya. Tetapi ia membuat rindu ketika berpisah.