Langsung ke konten utama

Abdullah dan Khalifatullah




Manusia tercipta di dunia ini bukan tanpa sebab, bukan sekedar mencipta. Insan di ciptakan oleh Rabb dengan dua tujuan; sebagai ‘abdullah dan sebagai khalifatullah.Abd yang artinya hamba. Seperti hubungan orangtua dengan anak, guru dengan murid, atau pedagang dengan pembeli, seorang hamba memiliki hubungan dengan tuannya. Hamba tak boleh melakukan apapun yang dilarang majikannya, dan tidak pula boleh berbebas diri dari keinginannya untuk melakukan yang terbesit dalam hatinya. Hamba memiliki batasan dan perintah. Seperti hal nya kita yang merupakan hambanya Allah, kita harus melaksanakan semua yang majikan kita suruh, suka tidak suda. Dan pula segala hal yang dilarangnya juga harus kita hindari.
dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepadaKu”
Sebagai misi hidup pertama, sudah jelas bahwa harus patuh dengan Rabb makhluq, melebihi patuhnya bawahan terhadap bos nya dan seorang anak terhadap orangtuanya. Diujung kepatuhan tersebut ada janji besar yang memotivasi jiwa-jiwa sahaya, yaitu memasuki surga dan memandang wajahNya. Sungguh tak ada kenikmatan yang mampu mengalahkan kedua nikmat itu.
Kemudian merupakan misi manusia sebagai khalifatullah di bumi ini. Khalifah yang berarti wakil. Artinya manusia sebagai wakil-wakil Allah dalam mengelola bumi Allah. Menyemaikan benih kemakmuran pada sesama, merawat lingkungan dan memupuk pokok kebahagiaan.
“Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, ‘Aku hendak menjadikan khalifah di muka bumi’..”
Dua misi besar ini haruslah bersatu di setiap jiwa, alangkah berbahanya jika sifat khalifah tanpa diiringi sifat abdullah. Dapat dipastikan manusia seperti ini akan menjadi fir’aun-fir’an yang menyalahgunakan kekuasaanya.
Jika kita menilik sebentah pada cerita Fir’aun ini. Raja mesir yang memiliki kekuasaan yang sangat luas. Berkodi pasukan yang setia kepada fir’aun, puluhan bangun yang kala itu menjadi cermin sebuah peradaban di bangun di bawah kaki kekuasaannya. Harta dan kekayaan yang berlimbah dikantongi dari kebun kebun yang subur. Dirinya yang tak sekalipun menderita sakit serta kalimatnya yang tak terbantahkan itu. Apakah ini membuatnya bahagia?
Tidak. Bahkan dialah manusia yang paling dirasuki ketakutan. Raja yang gagah tanpa cacat ini takut dengan seorang bayi laki-laki yang akan lahir dari komunitas rendahan kala itu, Bani Israil
Ketakutan yang membelenggu jiwanya membuatnya berlaku zalim. Disuruhnya pengawal raja untuk memata-matai ibu hamil keturunan bani israil itu.
Inilah bahaya yang menimpa seorang yang khalifah tanpa abdullah.
Menjadi wakil-wakil Allah di muka bumi ternya tak melulu harus jadi seorang pemimpin. Bisa jadi seorang petani yang berjiwa khalifah yang kan memakmurkan ladangnya dengan benih rizqi. Atau pedangan yang bertransaksi jual beli yang tertanjap pad jiwanya sifat itu.
Adalah sifat ini bukanlah sifat yang akan datang sendiri. Benar kita sudah dituliskan khalifah yang seperti apa di kitabNya yang pena sudah terangkat. Benar sekali. Tapi sifat ini adalah sifat yang menginginkan manusia untuk mengejarnya. Adalah semakin cepat langkah kaki maka juga semakin mudah untuk menggapainya. Dan sifat inilah yang menjadikan manusia sejahtera lagi bahagia.
.....
Apa yang terlintas oleh kita jika mendengar merk nike atau adidas?. Pasti yang akan terbayang adalah kualitas barang tersebut, tarif selangit yang terpapar dan kemewahan yang ditawarkan oleh pembuat sepatu dengan merk terkenal. Kurang lebih sekarang yang sebaya dengan itu disebut branded.
Barang yang terpasang brand yang terkenal sudah tentu memiliki nilai tersendiri. Begitu pula manusia, haruslah ia punya ‘sebutan’ yang tercantum pada diri tersebut. Supaya makhluq ini dapat bersaing dalam ‘pasar global’ yang begitu signifikan.
Adalah Bilal bin rabbah seorang yang memiliki brand tinggi dengan keistimewaan yang tidak diragukan. Walaupun dia bukan orang kaya, tidaklah juga seorang yang ahli hadits, atau manusia dengan wajah yang sempurna. Tidak. Tak melekat dalam badannya hal semacam itu. Tapi bayangkan di zaman ini alangkah banyak orang tua yang menamakan anaknya meniru namanya. Bukan karena ingin  menjadikan putranya seorang yang buruk rupa, bukan pula hendak memiliki buah hati yang miskin. Tetapi yang memiliki jiwa seperti apa yang ter-brand pada diri budak Afrika ini. Beliau  radiallahu’anhu adalah manusia dengan kesabaran yang tiada duanya. Entah bagaimana rasanya memegang bendera keislaman di tengah kaum yang menidasnya dengan hal yang keji. Entah seberapa tebalnya iman yang bilal miliki yang menjadikan tameng yang kuat saat ditindih batu. Itulah brand bilal yang dikenal banyak orang.
Brand sebuah produk sangatlah menentukan nilai dari produk tersebut. Lalu bagaimana sih cara untuk memiliki brand diri yang branded?.
Mencari sebuah brand diri hakikatnya adalah menemukan jawaban dari pertanyaan yang memusingkan kepala. How i am?. Siapa aku?. Haruslah memulai menyelami diri ini untuk mendapat brand yang ingin kita ketahui.
Pertama, cari apa yang kita suka. Berawal dari hal ini maka kita dituntut jujur kepada diri kita tentang apa yang membuat hati ini nyaman ketika menjalaninya. Untuk lebih mudah lagi, cobalah ingat hal apa yang kita sering lakukan dikala suwung menghampiri. Ngapain aja waktu liburan nggak ada kerjaan. Atau hal apa sih yang sering dilakukan yang sangking  seringnya menjadikian hal ini melekat di aktivitas kita.
Banyak orang yang berkata bahwa mereka adalah penggemar banyak kegiatan sekaligus. Bahkan kegiatan itu bisa pula labil dan dinamis. Sehari bisa suka main bola sehari bisa suka main yang lain. Sangat dinamis. Saat angin berlalu ke barat maka kearah barat pula dia akan terbawa angin. Saat terpaan membawanya ke laut maka akan ikut ke laut. Begitu seterusnya, terjadi terus menerus. Pertanyaan yang timbul adalah gimana menyikapi hal kayak gitu?
Jawabannya simpel, lakukan. Lakukan aja hal yang menjadi kesukaanmu hari itu. Tapi jangan lah mengijinkan arus menerjang kapal yang kebingungan berlabuh. Jangan terombang-ambingkan oleh kefanaan lingkungan yang belum tentu baik. Lakukan saja hal tersebut.
Kedua, setelah itu ngotot lah dalam mendalami hal yang kita sukai. Dengan ngotot inilah seluruh tenaga dan fikiran tercurahkan ke hal-hal yang ada di dalam daftar kegiatan yang sering kita lakukan. Harapannya agar hal yang kita sukai ini berubah menjadi passion kita.
Jikalau banyak hal yang kita sukai, maka luangkanlah waktu untuk melakukannya sebagai rutinitas harian. Lakukan setidaknya lima hal yang kita sukai dengan ngotot. Biasakan aktivitas itu dalam waktu luang yang biasanya terisi oleh hal yang sia-sia
Musuh besar yang sering menghampiri adalah perasaan bosan dalam melakukan hal yang sering diulang-ulang. Penyakit ini akan hinggap ke jiwa yang salah mengambil langkah. Bisa jadi hal yang dituliskan sebagai sesuatu yang disukai belum tentu menjadi hal yang benar-benar disukai. Bukan hal tersebut yang hakikatnya adalah kesukaan kita.
Virus lainnya yang biasa hadir kala membiasakan sesuatu adalah ganguan dari luar. Banyak kemauan lain yang terlintas ketika sedang bersusah payah menanamkan benih tanaman keunggulan diri. Seperti ajakan teman yang kadang kala melalaikan atau tangan yang terasa gatal ketika jarang menyentuh gadget. Itu semua bisa jadi adalah halangan untuk meninggikan pondasi diri yang sedang kita bangun.
Ketiga, aktivitas yang menjadi minat dalam hal ini kesukaan kita, yang terus dipupuk menjadi kebiasaan maka akan exelent dalam melakukannya. Terlihat tanpa cacat jika kita do something yang kita sukai. Seakan terlihat bagus dan penuh estetika. Satu kata orang yang menggambarkan yang kita lakukukan adalah perfect, sempurna. Kesempurnaan itulah yang lahir dalam rintihan keringat pembiasaan dan hasil dari pengorbanan waktu panjang yang dilakukan. Adalah hasil berkali-kali melawan suntuk yang menjamu.
Dalam tahap ini bisa dikatakan kita telah menguasai hal yang kita sukai. Kita mengetahui setidaknya jauh diatas orang awam. Memiliki pengalaman yang sudah sampai tahap akhir.
Keempat, ini adalah tahap akhir dari proses branding diri. Tahap yang menentukan seberapa terkenal brand kita. Yaitu jual diri. Terdengar agak tabu ditelinga orang yang sering menjadi ‘penonton’. Istilah lainnya adalah marketing atau promosi. Sebuah hal yang kita mampu dan berkompeten disana haruslah kita expose ke dunia. Kita selayaknya menawarkan ‘produk’ yang kita miliki. Produk itu adalah yang kita sukai lalu kita mengejar dengan ngotot sampai terbitlah dengan sempurna. Hal yang telah susah payah kita usahakan waktunya kita memanen buah dari benih yang lama ditanam. Keuntungan yang disini sangat kita dambakan. Bukanlah keuntungan materi semata melainkan untung yang mengalir sampai ke surga.
Beberapa diri yang sedang menegakan brand atau mungkin baru menaruh pondasi, maka hal yang harus dilakukan adalah konsisten. Terus menerus dalam mendirikan brand. siapkan tenaga lebih untuk memperperkuat bangunan diri yang sudah menjulang.
Perlu diingat bahwa yang namanya merk yang bagus itu adalah hasil dari pengakuan banyak orang. Branded itu kata orang, sedang kata kata kita adalah asumsi belaka saja. Tanpa dibuktikan dengan kesaksian pembeli tak ada gunanya menjugde diri sebagai seseorang. Haruslah orang lain yang bicara.
Jika brand kita adalah seorang yang berilmu maka tanyalah siapa yang menganggap kita berilmu. Mungkin ada yang bilang begitu, bisa jadi orang yang begitu adalah orang yang alpa dengan ilmu. Haruslah orang yang setara atau lebih dengannya yang mengakui hal itu.
Adalah Bukhari, ulama besar yang ilmunya diakui lebih dari 1000 ulama lain. Yang menjugde beliau adalah para ahli dari berbagai negara kala itu. Beliau ‘menawarkan’ ilmunya ke semua orang baik di seminar yang diadakannya atau tantangan jawaban dari ulama lain.
Begitulah yang harusnya terjadi. Seringlah pemilik sebuah brand untuk melakukan interaksi ke publik memudahkan khalayak kenal siapa kita. Sititik itulah kita tahu bahwa siapa kita sebenarnya.
Itu semua adalah tentang passion. Apa passion kita tergantung pada seberapa kuat kita berada di dalamnya. Setangguh apa kita menahan angin kencang yang menggilas. Dan sekuat apa pendirian kita saat angin sepoi-sepoi dalang menghampiri.