Sesuatu berubah pada waktu. Hal
yang baru akan menghampiri kita dan memberikan cita rasa perubahan pada hidup
kita. Bukan untuk menjadikan kita pemberontak, tetapi membawa kita ke jalan
yang lebih baik.
Semacam perubahan itu datang dan
melambaikan tangan padaku. Menyapa untuk mengajak pergi ke dunianya. Dan aku
jatuh ke jurang perubahannya.
Hari ini tak biasa dengan
hari-hari lainnya. Idul adha tepat jatuh sekarang. Moment ketika sholat id yang
diikuti penyembelihan qurban. Kemudian pembagian daging dan membakar abu sate.
Lima belas tahun ini, tak pernah
sekali pun aku sholat id di masjid selain di masjid samping rumahku. Baik itu
idul adha atau idul fitri. Bila di Semarang pun aku pasti menyempatkan diri
untuk pulang kampung. Tapi idul adha kelima belas ku berbeda dengan biasanya.
Berubah dan jauh berubah.
Kali ini aku sengaja tinggal di
Semarang untuk melakukan penyembelihan di desa Jeketro, Gubug. Sholat id adha
di sini dan menyembelih sapi pula. Gema takbir yang tak pernah berubah seakan
berdesir keras dan menggema di ujung-ujung jalan. Merasa bingun karena tak
biasa berada di rumah orang saat hari raya.
Aku tak sendiri, bersama 14 teman
lainnya yang berbeda jauh usianya dengan ku. Kami berpetualang ke Purwodadi
meninggalkan kebersamaan keluarga masing-masing demi melakukan suatu yang baru.
Perubahan.
Berubah itu baik, tapi butuh
adaptasi. Seperti ikan lele yang biasa ditangkar di air tawar dipaksa berkutat
di lautan lepas. Atau tanaman bakau si penghuni ujung daratan diangkut ke
puncak gunung yang dingin. Butuh adaptasi. Atau lama kelamaan kita mati.
Tapi kami mencoba menjadi kelapa.
Yang kuat diterpa angin laut pesisir. Juga mampu bersama hiruk pikuk jajaran
gunung. Mencoba bertahan dan menyamankan diri disegala kondisi.
Itulah aku di dalam dunia. Terkatung
dalam perubahan. Terkadang jatuh cinta pada nya. Tapi sering kali juga menjadi
musuh terberatnya.
Dari kisah ini aku menemukan rasa
perubahan itu. Perubahan yang membuka kaca mata kusamku. Penunjuk arah di dunia
yang belum aku tahu.
Bila kau bertemu dengannya,
katakan saja “hai kamu, seberat apapun kamu menghalau ku, semoga kamu lah yang
membuatku nyaman. Hardik terus aku, sampai aku lupa bahwa dulu aku takut padamu”