Langsung ke konten utama

Tentang Beban



Semakin tinggi pangkat semakin berat pundak

Seringkali saya mendengar keluhan bahkan umpatan dari mereka yang mulai beranjak menjadi orang besar. Mereka menyalahkan masalah yang datang dan terkadang bingung akan bagaimana cara untuk menuntaskan persoalan tersebut. Kemudian muncul resah dan gelisah yang akhirnya bisa stres dan yang parah bisa saja bunuh diri.

Itulah yang terjadi bila menjadi orang yang memegang kuasa kuat tapi tidak kuasa untuk menjawab masalah yang pasti akan mendatangi siapapun orang, terutama orang yang semakin berpangkat dan berjabatan tinggi.

Sebenarnya itulah hukum alam yang pasti terjadi pada seluruh orang tanpa terkecuali. Orang miskin mungkin diberi ujian berupa kekurangan makanan dan sedikitnya perabotan rumah tangga. Pegawai Negeri Sipil mungkin hartanya mencukupi dan lapang hari liburnya, tapi bisa jadi permintaan anaknya yang merengek-rengek meminta handphone baru dan makan yang enak.

Direktur perusahaan punya banyak sekali uang dan kata-kata yang didengarkan oleh bawahannya. Ujiannya pun semakin tinggi sebagai memikirkan untung-rugi perusahaan dan persaingan yang ketat dengan pesaing bisnisnya. Seorang presiden juga pasti mendapat milyaran uang dari gajinya dan kekuatan penuh mengatur negerinya, namun juga triliunan keluhan rakyat yang membebani pundaknya. Begitulah seterusnya dari orang pinggiran hingga penyandang puncak jabatan akan berkalilipat masalah yang akan datang.

Kehidupan memanglah seperti perjalanan yang kosong dan hampa. Masalah hadir untuk mewarnai dan memberi rasa dalam hidup itu sendiri.

Barangkali rumus tersebut tepat dengan ukuran keimanan sesorang. Makin iman dia makin berat yang menerpanya. Makin kokoh takwanya pulalah badai masalah semakin banyak datang.

Mualaf yang baru masuk islam pasti akan merasa tekanan dari lingkungan sekitarnya. Dihindari kedatangannya dari komunitas yang sebelum islam diikutinya. Bahkan keluarganya belum tentu merestui dan bisa jadi melakukan serangan yang mendesaknya kembali pada kekafirannya.

Naik lagi sebagai pengikut sunnah nabi yang mencoba bermirip-mirip dengan generasi nabi. Berjenggot tebal, menginngikan kain di atas mata kaki, berpeci dan berbagi senyum dan salam. Lebih lagi hujatan yang datang. Makin banyak peluru yang menyasar kepada penganut suatu kebenaran.

Kemudian naik lagi menjadi seorang penyeru dari kebenaran. Mereka yang paham bahwa ada yang benar dan sebagian salah serta mau menyuarakan dan mencoba memperbaiki kesalahan akan dicaci lebih dasyat dan mungkin sudah mulai diteror, dijebak.

Itulah iman, yang kecil diuji dengan ringan sedang yang tebal dan kuat diuji dengan hujan masalah yang didera.

Dan bukan hanya soal seberapa besar masalah, tapi bagaimana orang besar dengan masalah yang rumit nan bertumpuk bisa menyelesaikannya dan orang-orang lain disekitarnya melihat, “oo, bapak ini santai aja kok tugasnya”. Padahal semua itu telah disembunykan dalam-dalam, sudah dikubur jauh-jauh.

Orang kecil dengan masalah yang sedikit ada yang bersuara lantang mengeluhkan bebannya. Mereka terlihat sibuk dan kerja keras dalam menghadapi beban itu.

Tapi lebih indah memandang orang yang terlihat enjoy dengan hidupnya, kadang bisa diajak untuk bergurau tapi kerjakeras dibelakangnya tak banyak orang yang melihat dan tak ingin diperlihatkan kepada orang.