Tulisan ini saya buat karena terkadang saya merasa aneh sendiri dengan pemilihan kata ganti orang pertama yang merujuk ke saya dalam beberapa platform. Di percakapan sehari-hari, "Ane" dan "Aku" paling sering digunakan. Di tulisan formal seperti esai dan blogging menggunakan kata ganti "Saya" dan di Twitter "Gw".
Mengapa demikian? Setelah saya berfikir sebentar ternyata beda pasar beda gaya bahasa.
Di percakapan biasa atau status WhatsApp misalkan, lawan bicara saya adalah orang yang tentu kenal dengan saya atau paling tidak pernah interaksi langsung dengan saya. Makanya saya gunakan "Aku" sebagai kata ganti pertama.
Kalau di esai tentu menggunakan "Saya". Pernah sekali memakai "Aku" dan mentor saya bilang, "Ini esai atau curhatan?".
Di blog, saya lebih ingin kelihatan formal saja. Mungkin pembaca blog saya terbatas di orang-orang yang mengikuti saya. Namun, saya ingin dikenal lebih profesional di mata pembaca. Setidaknya ada sisi profesional dari saya yaitu di blog.
Yang terakhir, "Gw". Ini hanya saya gunakan di Twitter yang saya lihat banyak penggunanya menggunakan gue-elu atau biasa dibilang anak Jakarta Selatan (anak Jaksel).
Awalnya hanya menyamakan bahasa dengan mereka saja tapi makin kesini saya nggak kagok lagi menggunakan kata ganti "Gw". Untuk nulis lho, ya. Kalau bicara pasti masih kedengaran "medok"-nya.
Saya lebih memilih menjadi berbeda di berbagai platform. Pertama, latihan agar bisa gonta-ganti karakter. Kedua, biar bisa nyambung sama orang-orang.
Tentu banyak yang berprinsip "Bangga dengan gaya masing-masing". Pilihan bahasa salah satunya. Saya sejujurnya kagum dengan orang yang konsisten di sosial media, obrolan dan tulisan. Karakternya di manapun sama.