Transisi dari masa kecil ke dewasa itu sulit. Meninggalkan kenyamanan dan rasa aman yang ada itu juga sulit. Sebagian orang menyebut masa ini remaja. Namun, saja lebih nyaman dengan masa awal dewasa. Saya definisikan: masa awal dewasa dari SMA--bahkan bisa lebih cepat--sampai sudah dewasa. Saya belum bisa menentukan kapan usia dewasa. Paling tidak saat saya menulis ini.
Namanya peralihan,
pasti banyak kendala yang bakal dihadapi. Semoga kita semua setuju bahwa
beralih dari orang satu ke yang lainnya itu sulit. Dalam bidang percintaan
maupun lainnya. Kendalanya: adaptasi, ketidakcocokan dan belum terbiasa dengan
semua yang baru dari sosok orang baru.
Sama dengan
itu, transisi dari kecil ke dewasa juga banyak sekali masalahnya. Yang paling
besar menurut saya adalah adanya perasaan yang beda antara keduanya. Menjadi
kecil, umumnya, akan dijaga, disayang, dicintai, dibiayai, bahkan disuapi. Ketika
dewasa, satu per satu lepas. Bahkan ada perasaan ini jauh dari mereka yang dulu
memberikan masa kecil yang baik.
Keadaan sosial
juga akan berubah, sedikit demi sedikit, menuju ke keadaan yang rumit dan
kompleks. Waktu kecil, teman satu gang adalah yang terbaik. SMP dan SMA, teman
sekelas atau seorganisasi bisa menjadi sahabat. Kuliah apa lagi, bisa jadi satu
pertemuan random (ketemu di konser atau medsos misalnya) dengan seorang bisa membuat pertemanan yang akrab.
Jaringan
akan sedikit banyak meluas. Gabung di organisasi, pertemuan dengan satu
kelompok atau antar kampus. Diskusi dan debat, semua kegiatan proker dan
penyelesaian masalah internal.
Tentu
dengan lebarnya pertemanan yang ada, gesekan antaranya akan timbul. Marah,
salah persepsi, adu mulut dan dinamika pertemanan lainnya.
Selain itu, saat beranjak dewasa, seorang akan dihadapkan dengan berbagai pilihan. Terlalu banyak yang bisa diambil, yang kadang, satu dan lainnya terlalu menggiurkan untuk dipilih.
Membuat keputusan adalah hal biasa dalam kehidupan dewasa. Namun bagi awal dewasa, itu sangat berat. Seberat mengambil ekskul yang beda dengan sahabat kita, juga sama beratnya dengan belajar sampai larut demi perguruan tinggi yang diimpikan, atau meninggalkan liburan keluarga karena ada project kampus.
![]() |
Sumber : medium.com/Tribun Pontianak |
Tentu, ada
kalimat sederhana yang bisa mewakili awal dewasa. Semua adalah berproses. Cukup
sederhana sampai saya sendiri kewalahan dalam berproses. Dalam masa awal dewasa
ini.
Yang saya
rasakan, berproses itu melelahkan. Semua pilihan yang saya ambil terasa capek ketika
dikerjakan dan berusaha bertanggungjawab dengannya.
---saya
benar-benar berhenti sejenak ketika menuliskan ini--
Pilihan saya jauh dari orangtua, pilihan saya sekolah, kemudian yang sedang berjalan ini.
Saya pernah berpikir untuk selesai dan menyerah, Ketika di tengah-tengah perjalan dari satu keputusan saya. Karena saking beratnya apa yang saya rasakan. Namun nyatanya, berkat kemudahan yang Allah berikan dan kesabaran saya, terlalui dengan baik. Setidaknya tuntas.
Saya pernah
bertanya, kemudian merenung, apa output dari proses ini?.
Kata orang
dan saya sampai saat ini membenarkan, adalah untuk menjadi mandiri.
Dewasa sama
dengan kita mandiri. Semua kebutuhan dan keinginan adalah tanggung jawab kita
dan dewasa adalah waktu saat kita bisa mencukupinya dengan upaya kita. Walaupun,
bisa jadi, kita masih ada di bawah asuhan orangtua namun kemandirian itu hadir,
maka selamat anda telah dewasa.
Salah satu
yang menurut saya pribadi bisa mengakselerasi kedewasaan adalah dengan cara
merantau. Ini kebetulan saya lalukan 6 tahun lalu saat saya berangkat SMP di kota
seberang. Alhamdulillah, saya merasa kemandirian itu mulai muncul. Setikdanya
saya bisa bertahan dengan semua keputusan saya.
Merantau
akan efektif jika di tempat rantau kita lepas dari bayang-bayang dan back-up
orangtua. Namun, akan sama saja jikalau merantau dan tetap sama seperti di
rumah.
Rantau yang
baik membuat perantau mandiri, terkadang gelisah dengan besok makan apa karena
akhir bulan, atau, tak sengaja merusak fasilitas sekolah yang harus segera
diganti tanpa sepengetahuan orangtua.
Rantau yang
baik membuat luar kamar kos-kosan menjadi tempat kita berkiprah, membantu teman
atau aktif di organisasi atau project kampus. Namun membuat dalam kos-kosan dan
ranjang menjadi tempat capek dan tangis kita berlabuh.
Rantau yang
baik, menjadikan seseorang dapat keluar sebagai orang yang dewasa dan mandiri bersamaan
dengan kelulusan kuliahnya. Juga membuat seseorang siap masuk ke sesi
berikutnya dalam hidup, dunia nyata.
Bagi yang
belum sempat merantau, ada kabar baik untuk kalian. Tidak harus merantau untuk
dapat mendiri. Bahkan banyak yang sampai lulus kuliah tetap satu rumah dengan
orangtua ketika ia kerja ataupun berkeluarga mandiri itu muncul dengan sendirinya.
Karena
rumah juga bisa diatur sebagai latihan pendidikan kemandirian seseorang.
Akhir kata,
saya hanya ingin menumpahkan beberapa kegelisanan saya. Terimakasih sudah
membaca.