Aku percaya sebuah mesin yang bisa menampilkan masa lalu dan masa depan. Mesin ini ada di kepala setiap orang. Namun seringkali banyak orang yang takut menggunakannya.
Mau kutunjukan? Mari kuajak ke mesin waktu yang kupunya.
Tombol pertama, "Klik!"
Selamat datang di 2010. Aku setengah berlari bersama teman-teman satu kelas di pelajaran olahraga, pelajaran yang selalu menyenangkan sekaligus melelahkan.
Kenalkan, ini aku. Kamu dapat mengenalku dari potongan rambut cepak, dengan tinggi tak lebih dari 130 cm. Mungkin lebih tinggi sedikit daripada murid laki-laki kelas 3.
Aku berlari di depan, bersama teman-teman yang tidak populer lainnya, berada persis di belakang guru. Bukan untuk terlihat mencolok. Namun, karena kami bingung caranya mengobrol dengan geng asik yang berada di belakang. Yang melambat seiring kerasnya tawa mereka.
Kalau kamu lewat di jalan saat itu, aku lah yang membawa botol besar. Aku bukan takut kehausan. Hanya saja, aku tak bawa uang lebih untuk jajan saat istirahat pelajaran. Bila aku jajan akan mengurangi jatah jajan di sore hari.
Kalo kamu berada persis di belakang ku, aku lah yang punggungnya basah karena keringat. Baju olahraga yang kukenakan tidak ramah pada tubuhku yang mudah sekali berkeringat. Bersarang sempurna di punggung kadang di perut baju.
Sudah cukup, mari kuajak ke tempat selanjutnya, "Klik!"
Sore di kota ini memang terkenal menyenangkan. Suasananya, anginnya. Apalagi guyub dan ramainya kampus ini.
Lihatlah ke gedung itu, lantai nomer dua. Ada tumpukan buku yang berserakan namun cukup rapi untuk dikatakan berantakan. Di balik meja, ada pria yang tenggelam di dalam kertas ujiannya.
Ia berbolak-balik dari buku pertama ke laptop ke buku selanjutnya ke kertas. Sepertinya ia sedang berkejaran dengan waktu.
Kalo kamu dekati, ruangan hening itu khusyuk sekali menemani pria itu. Kacamatanya tak setebal si kutu buku, tapi wajah dan gaya rambutnya membuat ia tampak beberapa tahun dari usia aslinya.
Aku lah orang itu. Orang dengan sifat yang tak banyak berubah.
Sekilas saja ya, lanjut kuajak ke tempat ketiga, "Klik!"
Ruangan ini hanya cukup untuk menampung 100 mahasiswa, namun, saking membludaknya, tercatat lebih dari 150 mahasiswa ikut mendengarkan.
Tidak, yang berbicara tidak selantang orasi di aksi massa. Ia hanya menyampaikan kuliahnya namun dengan cerita yang membuat mahasiswa jurusan lain rela ikut mendengarkan.
Kini usianya sepadan dengan penampilannya. Lebih berisi namun tetap suka olahraga. Walaupun hanya lulus dari kampus dalam negeri, ia dicintai mahasiswanya. Paling diharapkan untuk mendapat bimbingan. Namun tetap tegas ketika ujian.
Aku lah orang itu.
Mari kutunjukan tempat terakhir, "Klik!"
Di jalanan ibu kota nun jauh di sana, masyarakat individualis lalu lalang tanpa sapaan. Kecuali satu orang aneh ini, ia seperti kenal semuanya. Pedagang roti di samping stasiun, bapak tua penyebrang jalan dan si penjaga perpustakaan yang sama belibetnya dalam berbahasa Inggris.
Ia menggendong tas besar sekali. Memang tak berubah kebiasaannya yang suka sekali membawa barangnya ke mana-mana. Pagi itu, ia kembali bekerja di perpustakaan. Sudah menunggu beberapa buku untuk ia ulas hari ini.
Wajahnya sama, tak lebih tua sejak ia pindah ke sini, 3 tahun lalu. Hanya ada kerutan kecil ketika ia tersenyum. Sepertinya urat senyumnya mulai melemah.
Ia sampai di sebuah kursi, membongkar sebagian isi tasnya, mencari bulpoin yang bersembunyi. Aneh sekali. Ia biarkan sedikit berserakan karena ia tahu, yang masuk ke perpustakaan tak suka mengambil barang orang.
Itu juga aku, entah berapa puluh tahun lagi.
"Klik!"
Terimakasih sudah mengikuti perjalanan waktu bersama. Indah, bukan? Lalu kapan kamu akan berjalan menengok masa lalu? Atau mengintip masa depn? Ajak aku, ya.