Langsung ke konten utama

Terjebak Di Zaman Neolitikum

TUGAS UTS SEJARAH MASA PRAAKSARA

Penulis : Faruq Rakhmat

NIM : 3111422051

Prodi : Ilmu Sejarah

Dosen Pengampu : Bapak Syaiful Amin, S.Pd., M.Pd.

--

Suatu saat di kala teknologi sudah maju, ketika mesin waktu sudah benar-benar terwujud, pergilah sekelompok siswa SMA ke museum. Tentu, seperti sebagian besar remaja, kunjungan ini adalah kegiatan yang paling tidak menyenangkan. Hal itu dirasakan juga oleh dua anak paling bandel di museum siang itu. Azar dan Malik, dua siswa paling kreatif sekaligus malas yang awalnya berniat tidak ikut kunjungan ke museum. Namun, keduanya terpaksa berangkat karena jika mereka absen dari kegiatan ini, guru mereka mengancam tidak menaikan kelas untuk keduanya.

Museum purbakala terbesar di negara itu, adalah museum modern dengan koleksi paling lengkap sejagat raya. Paling tidak demikian klaim bagian marketing mereka. Di museum ini, terdapat tulang-tulang hewan dari zaman purba. Mulai dari T-rex hingga kadal purba. Museum ini dilengkapi dengan audio yang menggelegar dan visual ala film-film hollywood menarik pengunjung dari berbagai kota di negeri ini. Rombongan bis-bis dari ujung barat hingga timur negeri rela mengantri berbulan-bulan untuk dapat berkunjung ke sini.

Namun, tidak bagi azar dan malik. Dibayar pun mereka enggan. Dua bocah yang memang cara belajarnya disebut paling aneh oleh pakar pendidikan. Mereka cukup hyperactive. Mereka akan sangat bosan bila pembelajaran hanya searah dan begitu-begitu saja. Tulang Dinosaurus sebesar gedung? Mereka ber-wah sebentar lalu bersikap biasa saja lagi. Itu barang bisu, kata Azar. Dan seterusnya, mereka tampak tidak sumringah.

“Azar, lihat benda aneh itu”.

Di saat rombongan lain ikut di belakang pemandu museum, mereka sengaja terpisah di belakang untuk memandangi benda-benda aneh yang katanya digunakan sebagai alat pemburuan manusia purba pada zaman dahulu.

“Halah cuma batu!”, Azar setengah berteriak. “Kenapa mereka menyimpan hal tidak berguna semacam ini di museum?”. Ia memang tak meminta jawaban.

“Sepertinya tim eskavasi terlalu bersemangat sampai-sampai menaruh benda lonjong berujung tajam ini di rak kaca”, demikian pun Malik, tak jauh berbeda dengan teman dekatnya.

Mereka tidak sadar kalau keterpisahan mereka dengan rombongan diperhatikan seseorang. Beberapa detik kemudian mereka dipanggil oleh seorang pemandu tamu yang sudah selesai bertugas. “Hai bocah, mau lihat sesuatu yang lebih keren? Mari ikut aku”. Pemandu itu bahkan tak mengenalkan dirinya.

“Pak, jangan berbohong, di museum ini semuanya cuma rekaan saja bukan?” ungkap Azar yang masih tak percaya – dan nampaknya tidak akan percaya.

“Benar. Lihat semua ini. Bahkan kabarnya jika hanya seujung jempol benda putih ditemukan, para arkeolog berani menyebutnya tulang manusia purba”, Malik yang belum lama menonton video ekskavasi pun ikut-ikutan skeptis.

“Aneh sekali, bukan?”

Pria itu berbalik, “Apakah kalian tidak percaya?”.

“Tentu tidak pak, kami hanya percaya yang benar-benar sains katakan”.

“Baiklah kalo begitu, izinkan saya mengajak kalian ke masa lalu, maukah?”.

“Ha? Bapak punya aksesnya?”.

Kabar bahwa telah ditemukan algoritma yang bisa membuat beberapa orang kembali ke masa lalu sempat menggemparkan kota itu. Rupanya mereka semua ingin kembali ke masa lalu dengan tujuan yang berbeda-beda. Ada yang hendak berlibur, menyapa dirinya pada masa kecil, atau bahkan membunuh kakeknya sendiri. Pemerintah melarang akses kepada algoritma itu dibagikan ke publik. Mereka hanya memperuntukan penggunaan mesin waktu untuk upaya mengetahui masa lalu.

“Tentu saja, saya bisa mengajak kalian ke 20 ribu tahun yang lalu”.

“Bapak tidak bercanda, kan? Baru beberapa ilmuan yang bisa menggunakan mesin waktu itu”.

“Percayalah. Kami, para arkeolog modern diberikan akses untuk menjelajahi masa lalu. Mari ikut sebelum saya berubah pikiran”.

Tanpa cing cong lagi, Azar dan Malik ikut pria yang tidak lebih tinggi dari mereka, putih dengan topi khas pendaki gunung yang diikat talinya ke atas.

Tidak lama, mereka tiba di sebuah ruangan kosong, tidak jauh dari definisi gudang. Mereka bertiga kembali berbincang.

“Hey, siapa namamu?”.

“Azar”.

“Lalu Kamu?”.

“Malik”.

“Nama yang bagus. Oke kalian mau cari apa di masa lalu?”.

“Emm…, coba cari batu berujung tajam itu, pak. Ia seperti tak berguna”.

“Mungkin kalian akan berfikir ulang setelah melihatnya”.

Tidak lama ruangan kotak itu bergetar singkat seperti habis terkena gempa ringan. “Sudah sampai”.

“Haa? Apa ini? Hutan? Tapi kok gundul? Pak anda tak salah?”

“Selamat datang di zaman Neolitikum. Di zaman ini, hutan-hutan sebagian gundul karena manusia purba penghuninya memanfaatkan menebangnya untuk bercocok tanam. Tentu tidak banyak, tetapi cukup untuk membuat daerah ini panas”.

Mereka masih tidak percaya. Di bayangan mereka, masa lalu yang jauh itu selalu hijau dan rimbun dengan pepohonan, ini tidak. Mereka melihat ada sebidang tanah yang masih mengeluarkan asap dan tampak berwarna kehitaman bekas bakaran api. Di ujung sana, terlihat sungai yang membatasi hutan terbakar dan hutan yang masih rimbun.

“Pak untuk apa manusia purba melakukan hal ini?”.

Mereka membakar hutan sekedarnya untuk bercocok tanam, membuka lahan baru istilahnya. Manusia pada zaman ini sudah menemukan cara untuk bercocok tanam sehingga mereka bisa membudidayakan pangan secara lebih baik dari nenek moyang mereka”.

“Lalu berapa lama tumbuh-tumbuhan yang mereka tanam bisa dipanen?”.

“Tentu cukup lama, tanpa pestisida dan pupuk seperti di masa depan, tanaman akan sangat lama tumbuh sampai siap dipanen. Maka mereka akan banyak membuka hutan untuk menanam tanaman-tanaman ini”.

Mereka berdua ber-ohh singkat. Memandangi kekaguman pada ladang-langan baru yang berisikan tanaman seperti rerumputan liar, seperti makanan gajah.

Mereka mengira manusia purba bodoh dan tidak bisa mengelola tanah dan menanam tanaman. “Pak bagaimana cara mereka belajar?”.

“Pertanyaanmu menarik, Malik. Mari kita berjalan ke sana. Cukup jauh, tapi kita akan temukan jawabannya di sana”.

Mereka bertiga berjalan meninggalkan tanaman milik manusia purba – juga mesin waktu yang entah tidak kelihatan bentuknya karena tertutupi oleh dedaunan dan rimbunnya sebagian hutan.

Mereka bertiga tiba di gunung yang tidak terlalu tinggi, ujungnya masih bisa dilihat dengan mendongakkan kepala. Terlihat sebuah lobang seukuran manusia lebih sedikit yang ada di depannya.

“Hati-hati, kalian jangan berbuat sesuatu yang berisik, nanti bisa membangunkan sang penguasa tanah ini”, ujar pemandu dengan suara yang sangat kecil.

Penguasa tahan ini? Siapa? Dalam hati mereka berdua bertanya-tanya.

Tampak samar-samar di dalam goa itu ada sekelompok manusia yang aneh sekali. Mereka cukup berbeda dengan manusia modern. Tunggu, mereka itu..

"Azar! sabar, jangan terlalu dekat, kamu bisa tidak kembali ke masa depan!".

"Baik, pak". Ia mundur perlahan.

Tidak jauh dari goa itu, datanglah 3 makhluk yang sangat mirip dengan yang sedang terlelap di dalam goa. Azar mencoba memperhatikan sambil menahan nafas dalam-dalam. Ya, mereka manusia purba yang lainnya, begitu kata ia dalam hati.

Setelah manusia-manusia purba itu masuk ke goa dan membangunkan yang sebelumnya tertidur di dalamnya, mereka tampak sibuk sekali. Yang datang membawa beberapa barang, ada hewan kaki empat, ada pula semacam sayuran diikat dengan semacam tali – entah apa.

Dari mulut goa, ketika manusia modern melihat aktivitas nenek moyangnya. Mereka diam sama sekali, tetapi mata-mata manusia modern amat kagum dengan apa yang dilihatnya.

Walaupun tidak tahu persis apa yang mereka katakan, namun ketiganya tahu bahwa mereka yang ada di goa sedang memasak sesuatu. Mereka menggunakan batu tajam untuk menguliti hewan itu, menggunakan batu tajam yang lebih kuat untuk membagi hewan buruan menjadi beberapa bagian. Juga benda seperti batu lingkaran tumpul, mereka gunakan untuk memukul-mukul sebagian daging yang akan mereka masak.

Azar melihat hal lain selain masak-memasak. Matanya tidak bisa tidak melihat dinding yang ternyata tidak polos dan bersih. Dinding goa nampak berbagai lukisan, yang dominan adalah lukisan tangan dengan lima jemari bertumpuk berwarna merah. Entah dari mana warna merah itu berasal, otaknya hanya bisa berasumsi.

Pemandu itu memberikan kode untuk kembali. Mereka kecewa karena harus meninggalkan tontonan maha indah dari manusia purba di dalam goanya. Namun, hari menjelang sore, sebelum jejak mesin waktu itu hilang, mereka kudu kembali.

Tampak panik muka sang pemandu, “Kalian ingat bukan di mana mesin waktunya?”.

“Pak. Kami bahkan lupa dengan semuanya melihat betapa indahnya kehidupan di masa lalu”.

“Bukan, bukan. Kita akan kembali. Ada yang tahu di mana mesin waktu kita?”

Senja datang, mereka belum juga pulang.

Bersambung.

Referensi : 

https://sains.kompas.com/read/2020/01/05/095123523/kadal-purba-berusia-309-juta-tahun-ungkap-bukti-awal-pengasuhan?page=all

https://www.gramedia.com/literasi/manusia-purba-yang-ditemukan-di-indonesia/

https://www.dosenpendidikan.co.id/kebudayaan-zaman-batu/